Hari Sabtu, 8 November yang lalu, bertempat di ruang TPA komplek, Jule & Antzer Mother School bersama ibu-ibu POMG di sekolah Jav, mengadakan seminar parenting tentang 'Disiplin dan Aturan'. Narasumbernya yaitu Ibu Aundriani Libertina, M. Psi (psikolog, kepala sekolah Binar Indonesia Preschool di Rancabolang, Bandung). Supaya lebih bermanfaat, ilmu harus dibagi-bagi. Makanya pesertanya tidak hanya terbatas pada orang tua di sekolah Jav, tetapi mengundang orang tua dan guru PAUD di sekitar komplek juga.
Acara dibuka pukul 09.30 oleh Teh Yuli (pendiri Jule & Antzer Mother School) sebagai moderator, dan dilanjutkan dengan perkenalan narasumber. Bu Aund ini ternyata awet muda, wajahnya lebih cocok jadi mahasiswa daripada jadi kepala sekolah, hihihi…. Beliau menyebutkan bahwa acara ini lebih sesuai disebut sebagai acara sharing. Tujuannya agar para ibu ngeuh bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak.
Sebelum menyampaikan materi, Bu Aund memutarkan film Helen Keller terlebih dahulu.
Setelah semua peserta bisa menenangkandiri
hati, Bu Aund meminta para peserta untuk berbagi pengalaman penerapan
disiplin pada anak di rumah, caranya seperti apa, apakah berhasil atau
tidak, dan apa saja kendalanya.
Berdasarkan hasil sharing, maka ada tiga tipe ibu (orang tua): lemah, kuat, dan moderat.
Berikut materi yang disampaikan oleh Bu Aund.
Disiplin merupakan cara masyarakat (guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya) dalam mengajarkan tingkah laku moral pada anak agar dapat diterima dalam kelompoknya (keluarga, sekolah, teman).
Jadi, tujuan dari penerapan disiplin yaitu untuk membentuk tingkah laku anak.
Terdapat empat elemen dalam disiplin.
Pertama, aturan.
Konsistensi dan ketegasan dibutuhkan agar:
Di antara berbagai pertanyaan dari para peserta, ada satu pertanyaan yang cukup mendasar dan mewakili kebutuhan saya.
Sejujurnya
saya pribadi merasa belum puas. Masih banyak hal yang masih mengganjal
dalam pikiran, terutama tentang prakteknya. Wajar sih, karena tujuan
seminar kali ini hanya memancing insight dan semangat para
peserta untuk mengubah perilaku anak agar sesuai dengan yang diharapkan.
Mudah-mudahan bisa segera dilanjutkan dengan seminar yang membahas
teknik-teknik dalam penerapan disiplin di 'lapangan' :D
(Dok. Pribadi) |
Acara dibuka pukul 09.30 oleh Teh Yuli (pendiri Jule & Antzer Mother School) sebagai moderator, dan dilanjutkan dengan perkenalan narasumber. Bu Aund ini ternyata awet muda, wajahnya lebih cocok jadi mahasiswa daripada jadi kepala sekolah, hihihi…. Beliau menyebutkan bahwa acara ini lebih sesuai disebut sebagai acara sharing. Tujuannya agar para ibu ngeuh bagaimana cara mendidik dan mengasuh anak.
Kiri: Bu Aund, kanan Teh Yuli (Dok. Pribadi) |
Sebelum menyampaikan materi, Bu Aund memutarkan film Helen Keller terlebih dahulu.
Film tersebut merupakan kisah nyata tentang seorang anak perempuan berusia 8 tahun yang tidak bisa melihat dan tidak bisa mendengar sejak bayi. Dia dibesarkan dengan pola asuh yang salah. Ibunya terlalu lemah, setiap Helen mengamuk, dia biasa memberikan permen agar Helen bisa tenang. Sedangkan ayahnya terlalu cuek, dia membiarkan Helen meraup makanan dari piring semua anggota keluarga, asalkan mereka bisa makan dengan tenang. Keluarga Helen akhirnya mencarikan guru untuk gadis itu.Hmmm, kalau nonton filmnya, pasti terharu deh. Saya saja sampai menangis. Sambil mengusap air mata, saya mengintip peserta lain, dan ternyata bukan saya sendiri yang menangis, hohoho…. Maklum, emak-emak semua :D
Annie Sullivan, guru tersebut menerapkan disiplin yang sangat ketat untuk Helen. Membuat ayah Helen kesal dan berencana untuk segera memecatnya. Tetapi Annie tidak peduli. Helen anak yang cerdas dan dia harus ditangani dengan teknik yang tepat dan cara yang akurat.
Saat sarapan, Annie mulai mengajarkan Helen untuk makan sambil duduk dan menggunakan sendok garpu. Dia guru yang sangat sabar. Setiap Helen memberontak, dia memukul pipinya. Bukan karena dia menerapkan aturan militer, tetapi karena hanya itu cara agar dia bisa menegur Helen (ingat indra penglihatan dan indra pendengaran Helen tidak bekerja, jadi percuma dipelototin atau diteriakin juga). Akhirnya, menjelang jam makan siang, Helen bisa makan menggunakan sendok dan melipat serbetnya sendiri.
Annie juga mengajarkan Helen nama benda-benda melalui telapak tangannya. Kesabaran Annie berbuah manis, setelah beberapa minggu, Helen akhirnya dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya.
Setelah semua peserta bisa menenangkan
Berdasarkan hasil sharing, maka ada tiga tipe ibu (orang tua): lemah, kuat, dan moderat.
- Ciri-ciri ibu yang lemah terhadap penguasaan anak (seperti ibu Helen): menuruti semua kemauan anak, tidak pernah tegas, ngebatin, melow.
- Ciri-ciri ibu yang kuat terhadap penguasaan anak (seperti ayah Helen): keras dan terlalu banyak aturan.
- Deteksi sejauh mana menjadi ibu yang lemah (permisif) atau ibu yang kuat (otoriter)!
- Idealnya sih ibu yang moderat: aturan jalan, kasih sayang juga dapat.
- Ciri-ciri ibu yang moderat (seperti guru Helen): sayang, konsisten, sabar, tegar, mempunyai motivasi, memiliki ilmu.
Memukul dengan tujuan agar anak mengetahui rasanya sakit dipukul (apabila anak suka memukul), sebaiknya diusahakan tidak melalui tangan orang tua. Karena pikiran anak kongkrit operasional (apa yang dia lihat dan dia rasakan, berarti itu yang dia pikirkan), maka yang akan anak tangkap adalah 'ibuku jahat'. Biarkan anak belajar rasa sakit dari temannya ketika sedang bermain.
(Dok. Pribadi) |
Disiplin merupakan cara masyarakat (guru, orang tua, dan orang dewasa lainnya) dalam mengajarkan tingkah laku moral pada anak agar dapat diterima dalam kelompoknya (keluarga, sekolah, teman).
Jadi, tujuan dari penerapan disiplin yaitu untuk membentuk tingkah laku anak.
Terdapat empat elemen dalam disiplin.
Pertama, aturan.
- Aturan merupakan petunjuk atau pedoman bagi anak dalam bertingkah laku di masyarakat agar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapinya.
- Fungsinya yaitu agar paham mana yang boleh atau tidak untuk belajar mengendalikan diri: agar anak tidak mengganggu hak orang lain atau ketertiban.
- Konsekuensinya, aturan akan membatasi kebebasan -> wajar, tidak apa-apa.
- Biasanya, kebebasan anak berbentuk segitiga. Ketika masih anak-anak, diberi kebebasan sebesar-besarnya (dimanja, apabila anak berbuat salah dimaklumi 'ah namanya juga anak-anak'). Ketika memasuki usia remaja, kebebasannya mulai dikurangi (ponsel diambil, tidak boleh kos). Setelah dewasa, kebebasan semakin dibatasi (kriteria jodoh diatur). Jika seperti ini, pemberontakan akan terjadi ketika anak mulai beranjak remaja sehingga menyebabkan yang disebut dengan kenakalan remaja.
- Seharusnya kebebasan anak berbentuk segitiga terbalik. Ketika masih anak-anak, kebebasan diberi secukupnya saja. Setelah remaja, mulai berikan kebebasan, karena anak sudah balig, perbuatannya sudah mulai dipertanggungjawabkan. Saat dewasa (di atas 20 tahun), anak sudah benar-benar bebas, biarkan anak bertanggungjawab atas semua pilihannya. Orang tua cukup mendengarkan dan memberi nasihat apabila dibutuhkan.
Konsistensi dan ketegasan dibutuhkan agar:
- Anak lebih cepat mempelajari.
- Meningkatkan motivasi karena jelas dan tidak mengambang (tidak tergantung mood).
- Menghargai aturan.
- Reward merupakan bentuk apresiasi atau penghargaan atas suatu prestasi yang TELAH dilakukan.
- Reward tidak sama dengan sogokan alias menyuap.
- Motivasi internal (hati nurani) akan muncul kemudian jika didukung oleh motivasi eksternal berupa koreksi dan penguatan.
- Hati nurani tidak dibawa sejak lahir, tapi mulai muncul pada usia 3-4 tahun untuk membentuk sistem nilai.
- Sistem nilai yang dibentuk tidak boleh terlalu kaku atau terlalu longgar.
- Hati nurani dibentuk dengan cara menanamkan rasa malu atau rasa bersalah.
Contoh: sebelum mengajarkan anak perempuan mengenakan kerudung, ajarkan terlebih dahulu tentang aurat. Dalam mengenalkan agama pada anak: iming-imingi dengan surga, jangan ditakut-takuti dengan neraka.Keempat, hukuman (punishment).
- Punishment merupakan sanksi fisik atau psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang sengaja dilakukan.
- Beri anak 2 kali peringatan, apabila tidak menuruti aturan, baru berikan punishment.
- Pastikan sebelumnya orang tua sudah mensosialisasikan aturan pada anak, setelah 2 minggu baru mulai terapkan peraturan.
- Punishment tidak mengajarkan kekerasan tapi mengajarkan konsekuensi.
- Segera dan langsung setelah anak melakukan perilaku buruk.
- Harus dapat memotivasi anak untuk perilaku baik.
- Tidak mempermalukan anak dan menyakiti fisik/psikis, cukup melalui tatapan mata, nada suara, dan bahasa tubuh.
- Dilakukan dengan tegas, nada suara naik, tidak bertele-tele.
- Hukuman harus membuat anak merasa tidak enak, tidak nyaman, kehilangan kenikmatan.
- Perhatikan jarak psikologis dan lokasi saat memberi hukuman.
- Time out yaitu memindahkan anak untuk berpikir. Bisa dipraktekkan mulai usia anak 2 tahun.
- Mulai bisa diterapkan lebih intens sejak anak berusia 2 tahun.
- Lebih baik memperbanyak reward.
- Terutama untuk kegiatan penyapihan, melepas dot/empeng, toilet training
Di antara berbagai pertanyaan dari para peserta, ada satu pertanyaan yang cukup mendasar dan mewakili kebutuhan saya.
- Pertanyaan: Bagaimana tips agar ibu bisa kuat dalam menerapkan disiplin?
- Jawaban dari Bu Aund: Ingat visi misi kita hidup dunia ini. Tujuan akhirnya tentu untuk masuk surga. Anak saleh bisa menjadi jalan untuk masuk surga. Rajin-rajin berdoa dan bergabung dalam komunitas agar bisa saling mendukung dan menguatkan.
Bu Elva-Ketua POMG menyampaikan tanda terima kasih (Dok. Pribadi) |
Ini informasi yang sangat bagus dan penting juga untuk para Ayah se Indonesia. Bagaimana menddiik anak dengan bijaksana dan memperhatikan HAK HAK anak tentunya. Memberi hukuman FISIK kepada anak yang melanggar ketertiban sudah selayaknya tidak ada lagi. TErima kasih atas ilmunya. Kami banyak belajar dari sini
ReplyDeletesetuju... para ayah juga harus tau yah ;)
DeleteBetul kata kang asep bahwa hukuman fisik itu juga akan menimbulkan traumatik tersendiri pada anak kelak ketika besar.....nice sharing...
ReplyDeletedan biasanya akan nurun lg ke anaknya...
DeleteSeminar seperti ini memang dirasa perlu, sering2 diadain ya mbak :)
ReplyDeletesmoga :)
Deletewah,seru banget mbk sharingnya.q paling suka kalo ada seminar atau woorkshop santai,pasti acaranya nonton dulu baru seminar hehe.
ReplyDeleteasik kl sharing masalah anak dan parenting,seru aja rasanya,nambah ilmu..tfs mbk^^
iya memang sengaja dibikin santai ;)
DeleteNice sharing info parentingnya. Hmm.. memang susah kalau bersikap pada anak. Mau dibebasin nanti manja, mau dikerasin nanti makin bandel. :|
ReplyDeleteTFS buat solusinya :))
iya, gampang2 susah :D
Deletesaya juga masih belajar menerapkan disiplin untuk anak saya. saya sih termasuk yang otoriter. tapi sebisa mungkin saya imbangi dengan kasih sayang, alhamdulillah, anak saya (2,5 th) tidak manja dan tergolong mandiri dibanding teman2nya yang lebih tua.
ReplyDeletesenangnya :)
DeleteSetuju, Mak. Menerapkan disiplin pada anak-anak itu harus konsisten dan kerjasama bapak dan ibunya. Orangtua harus sepakat. Jangan bapak bilang A, ibunya bilang A- .
ReplyDeleteyup...
DeleteThanks sharingnya mbak, aku juga lagi belajar nih menerapkan disiplin, apalagi usia-usia Kynan sudah sering banget "berulah", musti cari ilmu bagaimana menyikapi dengan benar, kita takutnya malah mengarahkan pada traumatik kalau kasih punismend yang salah
ReplyDeleteiya mak, hrs sabar supaya bisa memberikan punishment yg sesuai :)
DeleteWah, bagus materinya. Dan memang susah2 gampang menerapkan tentang disiplin pada anak. Apalagi emak melow macam aku T_T
ReplyDelete*toss* saya jg suka melow hihihi...
DeleteSetuju banget mbak menerapkan disiplin pada anak harus banget nih supaya anak-anak menjadi tahu perilaku dan hal-hal yg sopannya :)
ReplyDeleteyup... harus dibiasain dr kecil :)
Deleteasyiiik di share ya ilmunya jadi bisa ikutan baca nih mbak. aku cenderung kuat eh tapi suka emah juga hehehe. harus jadi moderat ya
ReplyDeletehihihi... klo saya tergantung mood :D
Deleteseru sekali ya bu acara nya , apalagi acara untuk ibu2 tentang mengurus anak begitu...
ReplyDeletelumayan nambah ilmu :)
DeleteMenarik sekali seminar parentingnya, memang tidak mudah meerapkan disiplin pada anak sejak usia dini, salah asuh sperti ulasan video diatas sangat jamak ditemui dilingkungan klurga,
ReplyDeleteWah..klo ada langkah teknis terapannya sesuai usia smakin mnarik..
Trims sharenya
iya nih... saya jg msh butuh pencerahan buat teknis penerapannya...
DeleteSusah2 gampang ya mak. Kalau kita lemah anak semaunya, kalau tegas kadang nggak tega :(
ReplyDeletemaklum, emak2 :D
Deletewah terkadang orang tua kebanyakan salah mendidik anaknya ya. cara penerapan diatas bagus banget, walaupun butuh kesabaran yang ekstra...
ReplyDeleteiya... hrs sabar & konsisten :)
Deleteiya memang itu tujuan jule & antzer mother school :)
ReplyDeletesaya kayanya pernah nonton film itu .. memang sabar itu gurunya :)
ReplyDeletesabar & tegas ya...
Deletebisa mulai 2 tahun ya menghukumnya..hmm kalo ditaruh di kamar lalu pintunya ditutup apa termasuk hukuman? takutnya terlalu kejam..pas 2 tahun kayak dia masih bayi aja ..
ReplyDeletetapi bener tuh apa kata pengisi acara..seringkali orangtua tidak konsisten'dari hal kecil saja..misalnya menghilangkan alat tulis
kalau terus menerus menghilangkan dan tidak dihukum ya jadinya gak kapok
ada cerita mahasiswi menghilangkan mobil jazz nya lalu dia tidak emnyesal, malah minta yaris
ajegile dah
waduh :(
Deletememang disiplin itu udah hrs dibiasain dr kecil ya mba...
mbak saya share ya di wall fb..soalnya banyak teman yang punya anak batita
ReplyDeletesip... smoga bermanfaat :)
Deletewah jadi penasaran ingin nonton filmnya,alhamdulillah nambah lagi satu ilmunya bermanfaat banget neh, makasih yaa
ReplyDeletealhamdulillah...
Deleteini yang saya cari bunda.. terima kasih sharingnya ^^ saya langsung download filmnya The Story of My Life, Hellen Keller
ReplyDeleteoia followback yah bunda ^^
mdh2an bermanfaat ya :)
Delete